Nilai UASBN Tidak Menentukan Kelulusan Siswa SD/MI
Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Sugeng M Subono mengatakan, murid sekolah dasar yang mendapat nilai ujian akhir sekolah berstandar nasional lebih rendah dari nilai kelulusan minimal tetap punya kesempatan lulus. Kesempatan itu didapat jika dalam proses pembelajaran sehari-hari pelajar berprestasi baik.
"Sekolah punya wewenang meluluskan anak itu. Ini dilihat dari nilai harian dan latar belakang kegagalannya di ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN)," ujar Sugeng, Kamis (29/4).
Menurut Sugeng, kemampuan akademis murid akan lebih tercermin dari nilai harian pelajar daripada hasil UASBN. Hasil UASBN sangat bergantung kondisi dan permasalahan yang dihadapi pelajar saat ujian.
Lebih lunak
Sugeng mengatakan, standar kelulusan untuk tingkat SD dibuat lebih lunak daripada SMP dan SMA. Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta tidak memberi batas pada penetapan standar kelulusan tersebut sehingga sekolah bebas menentukan standar sendiri.
"Dinas tidak banyak intervensi karena sekolah yang paling tahu kapasitas anak," ujarnya.
Kelonggaran ini diberikan karena UASBN ditujukan untuk pemetaan kualitas proses pembelajaran di masing-masing SD. Selain itu, dengan komposisi soal 75 persen dari daerah, UASBN belum sepenuhnya berstandar nasional.
Bagi murid, nilai UASBN berguna untuk memilih sekolah di jenjang berikutnya. Semakin tinggi hasil UASBN, semakin mudah murid mencari SMP berkualitas. "Di sinilah tanggung jawab pelajar untuk berusaha meraih nilai tinggi, semakin rendah nilainya akan semakin sulit dia mencari sekolah lanjutan," kata Sugeng.
Tahun 2010, standar kelulusan UASBN yang diajukan sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta beragam antara 3-7. UASBN akan berlangsung 4-6 Mei 2010. Di Kota Yogyakarta, jumlah peserta UASBN mencapai 7.289 murid. Empat hari jelang UASBN, SD-SD di Kota Yogyakarta menggiatkan pendalaman materi terutama untuk murid yang kemampuannya kurang. Di SDN Terbansari I Yogyakarta, uji coba diselenggarakan 10 kali. SD itu juga menyelenggarakan pembinaan intensif pada murid dengan menggolongkan berdasar kemampuan anak.
"Kami membagi anak menjadi tiga kelas, yang kemampuannya tinggi, sedang, dan kurang," kata Kepala SD Negeri I Terbansari Yogyakarta Musa Dahwad.
Sejumlah SD juga akan menggelar doa bersama untuk mempersiapkan mental murid sebagai bentuk dukungan untuk anak-anak.
"Sekolah punya wewenang meluluskan anak itu. Ini dilihat dari nilai harian dan latar belakang kegagalannya di ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN)," ujar Sugeng, Kamis (29/4).
Menurut Sugeng, kemampuan akademis murid akan lebih tercermin dari nilai harian pelajar daripada hasil UASBN. Hasil UASBN sangat bergantung kondisi dan permasalahan yang dihadapi pelajar saat ujian.
Lebih lunak
Sugeng mengatakan, standar kelulusan untuk tingkat SD dibuat lebih lunak daripada SMP dan SMA. Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta tidak memberi batas pada penetapan standar kelulusan tersebut sehingga sekolah bebas menentukan standar sendiri.
"Dinas tidak banyak intervensi karena sekolah yang paling tahu kapasitas anak," ujarnya.
Kelonggaran ini diberikan karena UASBN ditujukan untuk pemetaan kualitas proses pembelajaran di masing-masing SD. Selain itu, dengan komposisi soal 75 persen dari daerah, UASBN belum sepenuhnya berstandar nasional.
Bagi murid, nilai UASBN berguna untuk memilih sekolah di jenjang berikutnya. Semakin tinggi hasil UASBN, semakin mudah murid mencari SMP berkualitas. "Di sinilah tanggung jawab pelajar untuk berusaha meraih nilai tinggi, semakin rendah nilainya akan semakin sulit dia mencari sekolah lanjutan," kata Sugeng.
Tahun 2010, standar kelulusan UASBN yang diajukan sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta beragam antara 3-7. UASBN akan berlangsung 4-6 Mei 2010. Di Kota Yogyakarta, jumlah peserta UASBN mencapai 7.289 murid. Empat hari jelang UASBN, SD-SD di Kota Yogyakarta menggiatkan pendalaman materi terutama untuk murid yang kemampuannya kurang. Di SDN Terbansari I Yogyakarta, uji coba diselenggarakan 10 kali. SD itu juga menyelenggarakan pembinaan intensif pada murid dengan menggolongkan berdasar kemampuan anak.
"Kami membagi anak menjadi tiga kelas, yang kemampuannya tinggi, sedang, dan kurang," kata Kepala SD Negeri I Terbansari Yogyakarta Musa Dahwad.
Sejumlah SD juga akan menggelar doa bersama untuk mempersiapkan mental murid sebagai bentuk dukungan untuk anak-anak.
Please Comment
Post a Comment