Sunday, December 12, 2010

Apa dan Bagaimana UASBN itu?

Mulai tahun ajaran 2007/2008, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) memberlakukan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN).
Tujuan dari UASBN ini adalah untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pengajaran Bahasa Indonesia, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Selain itu untuk mendorong tercapainya target wajib belajar pendidikan dasar yang bermutu.

Mereka yang akan ikut dalam ujian ini, adalah peserta didik yang belajar pada tahun terakhir di satuan pendidikan SD, Madrasah Ibtidaiyah, dan SD Luar Biasa (Tunanetra, Tunarungu, Tunadaksa ringan dan Tunalaras). Peserta didik juga harus punya laporan lengkap penilaian hasil belajar pada satuan pendidikan dengan semester 1 tahun terakhir.

Untuk tahun ajaran 2007/2008 ada 5.200.000 peserta yang ikut dalam UASBN di seluruh Indonesia. Jumlah sebanyak itu berasal dari 184.000 SD/Madrasah Ibtidaiyah, SD Luar Biasa.

Hasil UASBN ini akan sangat bermanfaat bagi dunia pendidikan, karena menyangkut empat hal : Pertama, pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan. Kedua, dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, ketiga penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan dan keempat menjadi dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.

Dari keempat hasil UASBN tersebut, maka akan terlihat dengan jelas mutu pendidikan dasar kita di seluruh Indonesia. Mutu pendidikan dasar adalah bisa menentukan mutu pendidikan selanjutnya. Dari hasil itu pula akan tampak, mana satuan pendidikan yang perlu dibantu agar mutunya bisa ditingkatkan.

Karena itu, tidak boleh ada pemaksaan atau penyeragaman kriteria kelulusan UASBN yang tidak sesuai dengan keputusan sekolah. Menurut Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Djemari Mardapi, berapapun nilai minimal yang sudah ditentukan oleh sekolah, maka hal itu harus diterima oleh pemerintah daerah. Nah, dengan pemberian kewenangan kriteria kelulusan kepada masing – masing sekolah inilah, upaya untuk mendapatkan pemetaan sebagaimana yang diinginkan dari hasil UASBN menjadi akan terpenuhi. Sebab dengan cara itulah kondisi sebenarnya dari masing – masing sekolah dasar akan terlihat.

Sayang memang, masih ada kecenderungan dari beberapa daerah yang menyeragamkan nilai minimum kelulusan dengan alasan untuk mencapai target kelulusan 100 persen. Bahkan ditengarai ada pula sekolah yang yang menentukan nilai minimum yang sangat rendah. Hal ini, meskipun masih bisa diterima namun akan menjadi bumerang dikemudian hari, sebab sekolah tersebut tidak akan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

Demikian pula dengan campur tangan Dinas Pendidikan Daerah yang mencoba membuat penyeragaman demi mengejar target kelulusan, hanya akan membuat mutu pendidikan di daerah tersebut justru tidak akan terlihat. Sebab bagaimanapun, masing-masing sekolah memiliki keragaman tingkat kelulusan berdasarkan mutu di sekolah yang bersangkutan.

Kelulusan dari sekolah, memiliki prosedur sendiri. Kriteria ditentukan melalui rapat dewan guru dengan mempertimbangkan nilai minimum setiap mata pelajaran yang diujikan dengan nilai rata- rata ketiga mata pelajaran. Hal ini memperjelas posisi sekolah dan guru yang memiliki kewenangan dalam menentukan kelulusan para siswanya.

Memang dalam soal UASBN, tidak semuanya dibuat oleh penyelenggara UASBN di tingkat provinsi, namun berbagi dengan pusat. Ada 25 persen soal dari Badan Nasional Pendidikan (BNSP), dan sisanya sekitar 75 persen berasal dari penyelenggara berdasarkan spesifikasi soal UASBN tahun pelajaran 2007/2008 yang ditetapkan oleh BNSP.

Sedangkan soal–soal yang dirakit dan dipilih oleh BNSP, bisa dikembangkan dan dikelola oleh Badan Penelitian Pendidikan Nasional. Sedangkan soal yang ditetapkan oleh guru perwakilan dari setiap kabupaten/kota yang sudah dilatih.

Tapi timbul pernyataan, bagaimana soal pengawasan? Akankah kebocoran soal bisa terjadi? Bagaimana menghindari kecurangan yang sangat mungkin terjadi? Disinilah peran pengawasan menjadi sangat menentukan. Bukan saja demi pengawasan semata, namun untuk menjaga mutu pendidikan dan citra dunia pendidikan itu sendiri.

Departemen Pendidikan sudah menetapkan bahwa untuk pengawasan, semua diserahkan kepada setiap penyelangara UASBN tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota hinggga Kantor Cabang Dinas Pendidikan/Unit Pelaksana Teknis Dasar Kecamatan sesuai dengan tugas dan kewenagannya. Sedangkan pengawasan diruang ujian, dilakukan oleh tim dari pengawas UASBN.

Kerjasama dalam soal pengawasan ini, bahkan dilakukan secara berjenjang, diperkirakan akan memperkecil kemungkinan terjadinya kecurangan. Bila pun kecurang terjadi, kemungkinan bisa cepat terungkap sebab para pengawas berasal dari pengawas UASBN sendiri yang memiliki integritas yang tidak diragukan.

Kerahasiaan soal sudah dilakukan sejak soal itu dibuat dan masuk kepercetakan. Untuk menggandakan soal, dilakukan ditingkat provinsi oleh perusahaan percetakan yang ditetapkan oleh penyelenggara UASBN tingkat provinsi sesuai dengan ketentuan perundang – undangan. Artinya, setiap kemungkinan kecurangan akan mendapatkan sanksi sebagaimana sudah diatur oleh undang – undang.

Untuk mengolah hasil UASBN, hanya bisa dilakukan dengan sistem pemindai oleh penyelenggara UASBN tingkat provinsi dengan menggunakan sistem dan standar penilaian yang sudah ditetapkan BNSP. Hasil dari pengelolahan ini, akan menjadi arsip di Pusat Penilaian Pendidikan pada Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional. Nantinya, sebagai sebuah tanda kelulusan, setiap peserta didik yang ikut dalam ujian ini, akan mendapatkan Surat Keterangan Hasil UASBN (SKH UASBN) yang diterbitkan oleh setiap sekolah atau madrasah.

Keberhasilan dari penyelenggaraan UASBN sangat menentukan dunia pendidikan selanjutnya. Sebab, cara ini akan digunakan juga untuk jenjang pendidikan di SMP dan SMA, yang berlaku secara nasional. Jadi UASBN SD ini langkah awal sebelum menuju ke langkah berikutnya yang bakal digunakan di seluruh jenjang pendidikan.

Pelaksanaan UASBN ini, semuanya memiliki landasan yuridis yang sangat jelas. Dari mulai Undang – Undang No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 58 ayat (2), kemudian Peraturan Pemerintah No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 94 ayat (d), lalu ada pula peraturan pemerintah No.39 tentang Ujian Akhir sekolah Bersandar Nasional (UASBN) dan Pos UASBN 2007/2008.

Bukan hanya itu, masih ada pula Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional, Pasal 94 butir (d) yang menyebutkan bahwa Ujian Nasional untuk peserta didik SD/MI/SDLB mulai dilaksanakan sejak tiga tahun sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini. Jadi, ujian nasional SD/MI/SDLB mulai dilaksanakan tahun ajaran 2007/2008. Nah, implementasi dari berbagai peraturan itulah, maka Diknas menyelenggarakan UASBN melalui Badan Standar Nasional Pendidikan.

Bagaimana UASBN SD/MI Tahun 2010?
Departemen Pendidikan Nasional sudah mempublikasikan kisi-kisi UASBN SD / MI tahun 2010 dan Jadwal resminya sesuai surat Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 178/MPN/HK/2009 tanggal 03 Desember 2009 perihal: Ujian Nasional (UN) Tahun pelajaran 2009/2010, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) akan menyelenggarakan UN pada tahun 2010 dengan jadwal sebagai berikut:

Jadwal UASBN Tahun Pelajaran 2009/2010 SD/MI dan SDLB:

1. UN Utama (4 — 6 Mei 2010)
2. UN Susulan (10 — 12 Mei 2010)

Kisi-kisi UASBN pun sudah di publish dan dapat dilihat dalam Peraturan Mendiknas Nomor 74 Tahun 2009 tentang Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar Luar Biasa (SD/MI/SDLB) Tahun Pelajaran 2009/2010, silakan Anda Download cpns.ws/download-grid-of-2010-national-exam/” target=”_blank”>disini Kisi-kisi tersebut dilengkapi dengan Prosedur Operasi Standar (POS) Pelaksanaan UASBN Tahun 2010 yang dapat Anda Download disini.

Tentang Naskah soal untuk UASBN 2010 berdasarkan ketentuan dari Badan Nasional Standardisasi Pendidikan (BNSP), 25 persen dari naskah soal dirumuskan oleh tim pusat, 75 persen hasil rapat sekolah. Tahun ini UASBN masih belum digunakan sebagai instrumen kelulusan. Kelulusan siswa diserahkan pada lembaga pendidikan masing-masing. Sementara hasil UASBN akan digunakan untuk Pendaftaran Siswa Baru (PSB) tingkat SLTP.
Untuk tahun 2010 walaupun pelaksanaan UASBN SD penilaiannya dilakukan oleh sekolah masing-masing, tetapi naskah soal tetap berada di bawah kendali Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan Pemerintah Pusat. Bahkan, pemeriksaannya juga dilakukan secara terpusat karena standar soalnya juga bersifat nasional. Panitia pusat akan mengembalikan hasil pemeriksaan kepada panitia ujian di sekolah masing-masing, karena sekolah penentu lulus atau tidaknya siswa peserta UASBN.

Penentuan kelulusan siswa, biasanya diputuskan melalui rapat dewan guru dengan mempertimbangkan nilai minimum setiap mata pelajaran yang diujikan, seperti Matematika, Bahasa Indonesia, dan IPA. Selain itu, kelulusan UASBN juga digunakan sebagai salah satu pertimbangan penentuan kelulusan dari sekolah atau madrasah.

Kebijakan standar kelulusan yang diserahkan kepada masing-masing sekolah akan memunculkan standar nilai yang berbeda-beda antarsekolah. Tetapi tentunya dengan harapan bahwa kualitas siswa tetap akan menjadi pertimbangan kelulusan. Minimal, para siswa yang ingin lulus memiliki standar nilai kelulusan lebih dari 5,5.
Drs. Asep Dewan, SH (Praktisi Pendidikan, e-mail :asepna@yahoo.com)
Selengkapnya...

Kurikulum SD

Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:



1. Peningkatan imam dan takwa;
2. Peningkatan akhlak mulia;
3. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
4. Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
5. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
6. Tuntutan dunia kerja;
7. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan sen;
8. Agama;
9. Dinamika perkembangan global; dan
10. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.



Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:



1. Pendidikan agama;
2. Pendidikan kewarganegaraan;
3. Bahasa;
4. Matematika;
5. Ilmu pengetahuan alam;
6. Ilmu pengetahuan sosial;
7. Seni dan budaya;
8. Pendidikan jasmani dan olahraga;
9. Keterampilan/kejuruan; dan
10. Muatan lokal



Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansi nya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar , dan propinsi untuk pendidikan menengah.
Selengkapnya...

Standar Kelulusan UASBN Ditentukan Sekolah

Standar kelulusan ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN) sekolah dasar (SD), masih ditentukan sekolah masing-masing. "Hingga kini belum ada keputusan baru dari pemerintah untuk menetapkan standar ujian secara nasional, melainkan diserahkan keputusannya kepada masing-masing SD," ujar Kepala Disdikpora Kudus, Sudjatmiko, Senin (11/5).

Meski pelaksanaan UASBN SD penilaiannya dilakukan oleh sekolah masing-masing, naskah soal tetap berada di bawah kendali Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan Pemerintah Pusat. Bahkan, pemeriksaannya juga dilakukan secara terpusat karena standar soalnya juga bersifat nasional. "Nantinya, panitia pusat akan mengembalikan hasil pemeriksaan kepada panitia ujian di sekolah masing-masing, karena sekolah penentu lulus atau tidaknya siswa mereka," ujarnya.

Penentuan kelulusan siswa, biasanya diputuskan melalui rapat dewan guru dengan mempertimbangkan nilai minimum setiap mata pelajaran yang diujikan, seperti Matematika, Bahasa Indonesia, dan IPA. Selain itu, kelulusan UASBN juga digunakan sebagai salah satu pertimbangan penentuan kelulusan dari sekolah atau madrasah.

Sudjatmiko mengakui, standar kelulusan yang diserahkan kepada masing-masing sekolah akan memunculkan standar nilai yang berbeda-beda antarsekolah. Pernyataan senada juga diungkapkan Kepala SD 3 Demaan Kecamatan Kota, Fajar Sri Utami mengatakan, kewenangan masing-masing sekolah menentukan kelulusan siswa memang akan memunculkan standar nilai kelulusan yang berbeda-beda. "Namun, kualitas siswa tetap akan menjadi pertimbangan kelulusan. Minimal, para siswa yang ingin lulus memiliki standar nilai kelulusan lebih dari 5,5," ujarnya.

Ia mengakui, standar nilai tersebut sempat memunculkan protes dari sejumlah SMP. "Namun, jenjang lebih tinggi perlu memahaminya," ujarnya.

Pada hari pertama UASBN untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia, kata Fajar, semua siswanya yang berjumlah 50 orang masuk semua. "Mudah-mudahan tidak ada yang absen hingga hari UASBN selesai," ujarnya.

Pernyataan senada juga diungkapkan oleh Kepala Sekolah SD 1 Gondosari Kecamatan Gebog mengatakan, semua siswanya yang berjumlah 57 siswa tidak ada yang absen.

Untuk menghadapi UASBN, siswanya mendapatkan tambahan jam pelajaran. "Kami menginginkan semua siswa lulus, sehingga persiapan dilakukan sejak lama," ujarnya.

Jadwal UASB pada hari kedua (12/4), yakni mata pelajaran matematika, sedangkan pada hari terakhir (13/4) semua siswa akan diuji pengetahuannya pada mata pelajaran IPA.
Selengkapnya...

Hasil UASBN Berfungsi Penting Untuk Pemetaan

Hasil ujian akhir sekolah berstandar nasional siswa SD di Surabaya tahun ini akan digunakan untuk pemetaan kualitas pendidikan. Selain itu, pengelompokan sekolah berdasarkan hasil UASBN juga diharapkan memacu para guru dan kepala sekolah untuk meningkatkan kinerja.

"Pemerintah Kota Surabaya sudah memberikan uang banyak untuk perbaikan kualitas pendidikan dan perbaikan gedung sekolah. Jadi, hal wajar kalau pemerintah menentukan standar kriteria acuan untuk hasil UASBN (ujian akhir sekolah berstandar nasional)," tutur Kepala Dinas Pendidikan Surabaya Sahudi dalam acara sosialisasi UASBN kepada 956 kepala SD/MI negeri dan swasta serta kepala unit pelaksana teknis dinas pendidikan di Surabaya, Senin (1/3).

Standar kriteria acuan ini tidak sama dengan standar kelulusan, yang tetap ditentukan sekolah secara mandiri. Karena itu, standar ini bukan untuk menentukan kelulusan siswa, melainkan untuk memetakan kualitas pendidikan di sejumlah SD di Surabaya.

Dari pemetaan ini, Dinas Pendidikan Surabaya bisa menentukan pembinaan yang diberikan, baik berupa pelatihan, workshop, maupun mutasi guru.

Selain itu, kata Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Surabaya Eko Prasetyoningsih, standar kriteria ini untuk memacu sekolah-sekolah di Surabaya. Pasalnya, selama ini penentuan standar kelulusan siswa oleh sekolah sering kali sangat rendah, bahkan ada yang menetapkan 1,5.

"Masak tahun lalu dan tahun sekarang sama saja. Sekolah juga perlu berubah dan mau menerima masukan supaya hasil pendidikan terukur serta transparan," kata Eko.

Tahun 2009, salah satu SD negeri di kawasan Surabaya pusat menetapkan nilai minimal 2 sebagai standar kelulusan siswa. Tahun ini sekolah tersebut akan menggunakan standar tersebut. Soal besar standar kriteria acuan itu, Dinas Pendidikan Surabaya akan menghimpun usul kepala-kepala SD.

Hal ini dicoba pada 2009. Namun, kata Sahudi, sebanyak 20 persen kepala SD tidak menyerahkan usul. Tahun ini semua kepala SD wajib menyerahkan usul standar kriteria acuan atau mendapat sanksi.

Nilai terendah

Kepala SD Negeri Kertajaya XI Matrai menyebutkan, angka 6 atau 7 bisa menjadi standar kriteria acuan. Namun untuk standar kelulusan, dia memperkirakan sekolahnya akan menetapkan angka 3, 5, atau 4. Hal ini karena standar kelulusan perlu memerhatikan nilai terendah siswa dalam uji coba siswa.

Kepala SD Negeri Bubutan XIII dan SD Negeri Bubutan VIII Usman menambahkan, di sekolah-sekolah tertentu siswa memang sangat kesulitan menjawab soal UASBN, terutama mata pelajaran Matematika. Karena itu, untuk menghadapi UASBN, di sekolahnya diadakan pelajaran tambahan untuk latihan soal-soal selama 1,5 jam sepanjang Senin sampai Kamis sejak Januari. Pelajaran tambahan ini tidak memungut biaya dari siswa, tetapi menggunakan dana dari bantuan operasional pendidikan daerah yang mencapai Rp 62.300 per siswa per bulan.
Selengkapnya...

Standar Kelulusan UASBN SD Diminta Naik

Meskipun kriteria kelulusan ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN) untuk jenjang SD tetap menjadi wewenang sekolah, nilai minimal yang ditetapkan diharapkan dapat meningkat dari tahun sebelumnya. Kriteria kelulusan itu mesti ditetapkan sebelum UASBN berlangsung pada 4-6 Mei mendatang.

Mungin Eddy Wibowo, anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), di Jakarta, Rabu (21/4/2010), mengatakan nilai minimal kelulusan untuk mata pelajaran yang masuk dalam UASBN SD, yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, dan Ilmu Pengetahuan Alam, tetap diserahkan pada sekolah. Hingga saat ini, nilai minimal kelulusan UASBN bervariasi di antara nilai 2,00 hingga 5,50.

"Pelaksanaan UASBN sudah memasuki tahun ketiga. Mestinya sekolah percaya diri untuk meningkatkan standar kelulusan dengan mengacu pada evaluasi kinerja guru dan prestasi siswa," ujar Mungin.

Menurut Mungin, masih ada saja sekolah yang menentapkan nilai minimal kelulusan setelah UASBN selesai. Hal itu dilakukan karena takut siswa tidak bisa mencapai standar. Meskipun dalam prosedur operasional standar (POS) tidak ditentukan nilai minimal kelulusan dan waktu penetapan, sekolah diharapkan bisa menetapkan standar kelulusan yang lebih tinggi tiap tahunnya dan diputuskan sebelum pelaksanaan UASBN.

Pada pelaksanaan UASBN, pemerintah pusat hanya menitipkan 25 persen soal untuk tujuan pemetaan. Sisanya, yakni 75 persen dibuat oleh pemerintah daerah. Namun, meskipun sebagian soal UASBN dibuat di daerah, kualitas soal tetap harus mengacu pada kisi-kisi UASBN yang disusun pemerintah pusat.
Selengkapnya...

Nilai UASBN Tidak Menentukan Kelulusan Siswa SD/MI

Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Sugeng M Subono mengatakan, murid sekolah dasar yang mendapat nilai ujian akhir sekolah berstandar nasional lebih rendah dari nilai kelulusan minimal tetap punya kesempatan lulus. Kesempatan itu didapat jika dalam proses pembelajaran sehari-hari pelajar berprestasi baik.

"Sekolah punya wewenang meluluskan anak itu. Ini dilihat dari nilai harian dan latar belakang kegagalannya di ujian akhir sekolah berstandar nasional (UASBN)," ujar Sugeng, Kamis (29/4).

Menurut Sugeng, kemampuan akademis murid akan lebih tercermin dari nilai harian pelajar daripada hasil UASBN. Hasil UASBN sangat bergantung kondisi dan permasalahan yang dihadapi pelajar saat ujian.

Lebih lunak

Sugeng mengatakan, standar kelulusan untuk tingkat SD dibuat lebih lunak daripada SMP dan SMA. Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta tidak memberi batas pada penetapan standar kelulusan tersebut sehingga sekolah bebas menentukan standar sendiri.

"Dinas tidak banyak intervensi karena sekolah yang paling tahu kapasitas anak," ujarnya.

Kelonggaran ini diberikan karena UASBN ditujukan untuk pemetaan kualitas proses pembelajaran di masing-masing SD. Selain itu, dengan komposisi soal 75 persen dari daerah, UASBN belum sepenuhnya berstandar nasional.

Bagi murid, nilai UASBN berguna untuk memilih sekolah di jenjang berikutnya. Semakin tinggi hasil UASBN, semakin mudah murid mencari SMP berkualitas. "Di sinilah tanggung jawab pelajar untuk berusaha meraih nilai tinggi, semakin rendah nilainya akan semakin sulit dia mencari sekolah lanjutan," kata Sugeng.

Tahun 2010, standar kelulusan UASBN yang diajukan sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta beragam antara 3-7. UASBN akan berlangsung 4-6 Mei 2010. Di Kota Yogyakarta, jumlah peserta UASBN mencapai 7.289 murid. Empat hari jelang UASBN, SD-SD di Kota Yogyakarta menggiatkan pendalaman materi terutama untuk murid yang kemampuannya kurang. Di SDN Terbansari I Yogyakarta, uji coba diselenggarakan 10 kali. SD itu juga menyelenggarakan pembinaan intensif pada murid dengan menggolongkan berdasar kemampuan anak.

"Kami membagi anak menjadi tiga kelas, yang kemampuannya tinggi, sedang, dan kurang," kata Kepala SD Negeri I Terbansari Yogyakarta Musa Dahwad.

Sejumlah SD juga akan menggelar doa bersama untuk mempersiapkan mental murid sebagai bentuk dukungan untuk anak-anak.
Selengkapnya...

Sekolah Dasar

Sekolah dasar (disingkat SD) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Lulusan sekolah dasar dapat melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat).

Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun. Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun.

Sekolah dasar diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan sekolah dasar negeri (SDN) di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, sekolah dasar negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten/kota.



  1. Sekolah dasar negeri di Indonesia umumnya menggunakan seragam putih merah untuk hari hari biasa, seragam coklat untuk pramuka/ hari tertentu, dan pada sekolah-sekolah tertentu menggunakan seragam putih-putih untuk upacara bendera.


  2. Upacara bendera dilaksanakan setiap hari Senin pagi sebelum dimulai pelajaran.



Selengkapnya...

UASBN Disusulkan Diterapkan Juga Di SMP

Ketua Panja UN (Ujian Nasional) Komisi X, Rully Chairul Azwar, mengatakan agar sebaiknya pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), melakukan pengkajian ulang perihal pelaksanaan UN. Menurutnya, ke depannya sebaiknya UN hanya digelar dan dilaksanakan bagi siswa sekolah menegah atas (SMA) saja, mengingat jenjang sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) masuk ke dalam program Wajib Belajar 9 tahun. Dijelaskannya, dengan penerapan UASBN di jenjang SMP, akan tetap dapat mempertahankan mutu pendidikan, namun hanya pelaksananya saja adalah sekolah.

"Ini merupakan salah satu solusi yang sedang kami ajukan ke pemerintah. Mungkin dapat dikaji ulang untuk pelaksanaan UN di tahun-tahun berikutnya. Tujuannya, memisahkan antara UN SMP dan SMA. Di mana, UN SMP sebaiknya dibuat seperti Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN), sama seperti yang digelar di jenjang SD. Sebab, keduanya masih satu kesatuan, yaitu pendidikan dasar 9 tahun," ungkap Rully, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) mengenai UN, bersama Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemdiknas, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (30/11) sore.

Dengan sistem UASBN tersebut, Rully menerangkan bahwa soal tetap dibuat dan didistribusikan oleh pemerintah pusat, namun implementasinya dilakukan intern setiap sekolah tanpa ada campur tangan pemerintah. Katanya pula, formula lain bisa saja dengan menggunakan nilai rapor sekolah. "Kalau soal formula, itu bisa dengan jalan mana saja, asal siswa tidak dirugikan karena standar pendidikan yang tidak seragam," imbuhnya.

Sementara itu, disinggung mengenai formula UN yang tengah dirumuskan oleh Kemdiknas, Rully menegaskan bahwa DPR setuju dengan empat opsi yang ditawarkan Kemendiknas, mengingat dengan pelaksanaan UN selama ini siswa dirugikan akibat standar mutu pendidikan yang tidak sama. "Pada dasarnya kami setuju saja. Namun kami tetap menekankan, bahwa formula yang dihasilkan oleh Kemdiknas tidak boleh ada unsur UN (bersifat) memveto," tegasnya.

Selain itu, Rully juga mengatakan bahwa selaku Ketua Panja UN, pihaknya menyetujui bahwa rumusan formula tersebut disampaikan ke Presiden terlebih dahulu di dalam sidang kabinet. "Serahkan saja. Menurut kami wajar saja, kok. Memang dalam hal ini Mendiknas harus melaporkan ke bos-nya terlebih dahulu. Tetapi yang pasti, minggu depan harus ada hasil," serunya.
Selengkapnya...

Blog UASBN SD / MI

Blog UASBN SD / MI Selengkapnya...

Followers

UASBN © 2009 Template Redesign by Not Just A Reference.

TOP